Iklan

"Amplop dan Hukum: Menakar Dampak Suap terhadap Dunia Jurnalistik"

ANDI AZWAR
Wednesday, 4 September 2024, 14:12 WIB Last Updated 2024-09-04T07:11:02Z

Pontianak,PERSS.ID – Sejak era reformasi, kebebasan pers di Indonesia mengalami perkembangan pesat, ditandai dengan lahirnya berbagai media massa baru. Namun, di balik kebebasan ini, muncul tantangan serius dalam bentuk praktik suap terhadap wartawan yang merusak integritas jurnalistik.

Praktik suap, yang dikenal dengan istilah 'wartawan amplop', mengacu pada wartawan yang menerima imbalan dari instansi pemerintah atau pihak lain untuk menulis atau mengabaikan berita tertentu. Meski Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers telah menjamin kebebasan media, kenyataannya, beberapa wartawan dan media justru menyalahgunakan kebebasan ini demi keuntungan pribadi.

Praktik suap ini sulit diungkap karena kedua pihak, baik pemberi maupun penerima, cenderung menjaga kerahasiaan demi kepentingan masing-masing. Tindakan ini jelas bertentangan dengan UU RI No. 31 Tahun 1999 Jo 20 – 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang melarang segala bentuk suap dan korupsi.

Dewan Pers telah mengeluarkan aturan untuk menegakkan etika jurnalistik, namun pelanggaran masih sering terjadi. Pemberian amplop oleh instansi, baik negeri maupun swasta, biasanya dilakukan setelah acara resmi atau konferensi pers, yang jelas melanggar etika jurnalistik dan hukum yang berlaku.

Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan penegakan hukum yang lebih tegas dan kesadaran etis yang tinggi di kalangan jurnalis. Hanya dengan demikian, integritas profesi jurnalistik dan kepercayaan publik terhadap media dapat dipertahankan.[kzn]
Komentar

Tampilkan

  • "Amplop dan Hukum: Menakar Dampak Suap terhadap Dunia Jurnalistik"
  • 0

Terkini