PERSS.ID , Jakarta – Momentum pergantian kepemimpinan di Indonesia tahun 2024 tak hanya berdampak pada arah kebijakan negara, tetapi juga menjadi harapan baru dalam upaya pemberantasan korupsi. Hal ini disampaikan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango pada Indonesia Integrity Forum 2024 yang diselenggarakan oleh Transparency International Indonesia (TII) di Jakarta, Kamis (10/10). Nawawi menekankan pentingnya memanfaatkan transisi kepemimpinan ini untuk memperbaiki arah pemberantasan korupsi.
Dalam forum tersebut, Nawawi mengingatkan bahwa proses pemilihan komisioner dan Dewan Pengawas KPK harus memperhatikan komposisi yang seimbang antara unsur pemerintah dan masyarakat. Ia menekankan ketentuan Pasal 43 Ayat 3 UU No. 31 Tahun 1999 yang mengatur keseimbangan tersebut. "Saya khawatir kalau nanti unsur masyarakat dihilangkan sama sekali dalam komposisi ini," ujar Nawawi.
Lebih lanjut, Nawawi mengungkapkan bahwa pemberantasan korupsi merupakan salah satu harapan utama masyarakat dari pemerintahan baru. Ia berharap, di bawah kepemimpinan baru, KPK diberikan ruang untuk menyampaikan hambatan-hambatan yang dihadapi selama ini dalam menjalankan tugas. “Kita perlu forum dialog untuk mengatasi berbagai tantangan dalam pemberantasan korupsi,” tegasnya.
Nawawi juga menyoroti konflik kepentingan (conflict of interest) sebagai salah satu sumber utama terjadinya tindak pidana korupsi. Menurutnya, Indonesia perlu memiliki instrumen yang lebih kuat untuk mengelola konflik kepentingan tersebut sebagai bagian dari pencegahan korupsi. “Jika ada revisi Undang-Undang KPK, conflict of interest harus dimasukkan sebagai instrumen pencegahan,” ungkapnya.
Anggota Dewan Pengurus TII, Meuthia Ganie, yang turut hadir dalam forum tersebut, menyatakan bahwa pimpinan baru KPK harus mampu mendorong kerja sama strategis dengan penegak hukum lainnya. Menurutnya, penting bagi KPK untuk menemukan pendekatan yang tepat guna membangun koordinasi yang lebih baik dengan lembaga penegak hukum lain.
Sementara itu, Sobandi, Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung, menyatakan bahwa lembaganya tetap berkomitmen dalam pemberantasan korupsi. “Putusan pengadilan harus memperhatikan aspek pencegahan, penindakan, dan pengembalian aset yang dirampas oleh pelaku korupsi,” jelas Sobandi.
Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Saldi Isra, juga memberikan pandangannya terkait pentingnya pembatasan kekuasaan antar lembaga negara. Ia menegaskan bahwa kekuasaan yang terlalu besar berpotensi menimbulkan korupsi, sehingga harus ada pengaturan yang tegas agar lembaga negara tidak menyalahgunakan kewenangannya.
Forum ini turut menghadirkan sejumlah pakar di bidang pemberantasan korupsi, termasuk Mahfud MD, Leonard Simanjuntak, dan Susi Dwi Harijanti, yang turut memperkaya diskusi terkait strategi dan upaya pencegahan korupsi di Indonesia. Forum ini diharapkan menjadi titik awal perbaikan dalam penanganan korupsi di era kepemimpinan baru.[AZ]