PERSS.ID,Putussibau, Kalimantan Barat – Pengadilan Negeri Putussibau kembali menggelar sidang kasus penambangan emas ilegal (PETI) yang melibatkan sepuluh terdakwa dari Desa Gudang Hulu, Kecamatan Selimbau, Kabupaten Kapuas Hulu, pada Rabu (15/1). Sidang ini beragenda pemeriksaan saksi dan alat bukti, dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan empat saksi, termasuk pemilik mesin yang digunakan dalam aktivitas PETI tersebut.
Sepuluh terdakwa, yaitu Palentino, Tomy, Rido Kholik, Andri Pujianto, Andri, Sopian, Haidir, Satoni, Dendi Irawan, dan Suhada, ditangkap pada 8 Oktober 2024 saat patroli oleh Polres Kapuas Hulu di lokasi penambangan.
Saksi dari kepolisian, Bripda Rizal, menyampaikan bahwa dalam operasi tersebut, tim patroli menemukan pondok yang digunakan oleh para terdakwa di lokasi PETI. "Saat itu, mereka tidak sedang bekerja, tetapi berada di pondok dekat lokasi. Kami mengamankan barang bukti berupa mesin Dong Feng, merkuri, dan alat pendukung lainnya," ujar Bripda Rizal.
Sementara itu, Suryadi, pemilik mesin yang turut dihadirkan sebagai saksi, mengakui bahwa ia menyediakan mesin dan merkuri untuk para terdakwa. “Kami bekerja sama berdasarkan sistem bagi hasil 50:50. Saya yang menyediakan peralatan, termasuk merkuri yang saya dapat dari keluarga di Kecamatan Boyan Tanjung,” jelasnya di depan majelis hakim yang dipimpin Didik Nursetiawan.
Kuasa hukum para terdakwa, Dikrosfia Suryadi, meminta agar Suryadi tidak hanya dijadikan saksi, tetapi juga diperiksa lebih lanjut. “Keterangan Suryadi sebagai pemilik mesin dan penyedia merkuri menunjukkan keterlibatannya dalam aktivitas PETI ini. Kami berharap penyidik dapat mempertimbangkan untuk menetapkannya sebagai tersangka,” katanya.
JPU Simon dari Kejari Kapuas Hulu menegaskan akan terus menggali fakta kasus ini. “Kami akan berkoordinasi dengan pihak kepolisian terkait keterangan Suryadi. Sidang lanjutan akan dilaksanakan pada 22 Januari 2025 dengan agenda mendengarkan saksi ahli,” ujarnya.
Kasus PETI di Kapuas Hulu menjadi sorotan karena dampaknya terhadap lingkungan. Penggunaan merkuri dalam proses penambangan diketahui mencemari air dan tanah, mengancam kesehatan masyarakat. Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu sebelumnya telah mengupayakan legalisasi penambangan melalui penerbitan Izin Pertambangan Rakyat (IPR), namun aktivitas ilegal masih marak terjadi.
Kasus ini diharapkan menjadi pembelajaran penting bagi masyarakat untuk menjauhi aktivitas PETI yang melanggar hukum dan merusak lingkungan.(Kzn)