NGANJUK ,PRESS INDONESIA.id
Viral di medsos,dan media online Penolakan wartawan di SMKN 1 Tanjunganom.Isu dugaan pungutan liar (pungli) di SMKN 1 Tanjunganom Kabupaten Nganjuk, kian memanas setelah adanya penolakan kedatangan wartawan yang hendak mengonfirmasi kebenaran informasi tersebut.Ketua Komisi Nasional Pendidikan (Komnasdik) Kabupaten Nganjuk, Sudjito, menyoroti dua masalah utama: pelanggaran kebebasan pers dan kurangnya transparansi dalam pengelolaan keuangan sekolah. Isiden penolakan wartawan beberapa hari lalu ,yang hendak bertemu dengan Kepala SMKN 1 Tanjunganom, Harbudi Susilo, menjadi perhatian serius Sudjito. Ia menilai tindakan ini merugikan pers yang berfungsi sebagai pengawas dan penyampai aspirasi publik.
Selain itu,sikap tertutup dan penolakan dari fihak sekolah juga berpotensi melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 14 Tahun 2008 tentang (KIP)Keterbukaan Informasi Publik , adapun ancaman pidananya bagi pimpinan badan pemerintah yang melanggar UU KIP diatur dalam Pasal 52 UU No 14 Tahun 2008. Menurut pasal itu, "badan publik yang sengaja tidak menyediakan informasi akan dikenai pidana kurungan paling lama satu tahun dan denda Rp 5 juta".
Dijelaskan"Penolakan terhadap wartawan merupakan tindakan yang tidak sejalan dengan semangat kebebasan pers sebagai pilar demokrasi ,hal ini juga berpotensi melanggar UU Pers No. 40 Tahun 1999 Pasal 18 Ayat (1)," tegas Sudjito saat diwawancarai, Kamis (16/1/2025).
Pasal tersebut menjelaskan bahwa tindakan menghalangi tugas pers bisa dikenakan sanksi pidana hingga dua tahun atau denda maksimal Rp500 juta. Lebih jauh, Pasal 4 Ayat (2) dan (3) menegaskan bahwa pers memiliki hak untuk mencari, memperoleh, dan menyebarkan informasi secara bebas tanpa sensor atau pembatasan.
Sudjito meminta pihak sekolah untuk membuka diri terhadap insan pers, mengingat peran mereka sangat penting dalam mendukung transparansi dan akuntabilitas publik.Selain kebebasan pers, Sudjito juga menyoroti laporan sejumlah orang tua siswa terkait pungutan yang dinilai tidak transparan
Berdasarkan pengakuan salah satu orang tua siswa, mereka diminta membayar iuran rutin sebesar Rp1,5 juta per tahun, belum termasuk sumbangan tambahan seperti biaya perayaan dies natalis dan pungutan awal masuk sekolah sebesar Rp1,65 juta.selain untuk pembangunan uang gedung dan seragam , "siswa juga di haruskan membayar uang sebesar Rp 125 ribu, dimana sudah ada kejelasan dari pihak komite dan wali murid."Ujar UU di salah satu media online.
“Saya sebagai orang tua tidak pernah diberi penjelasan untuk apa uang itu digunakan. Bahkan, tidak ada laporan pertanggungjawaban dalam pertemuan dengan pihak sekolah,” ungkap salah satu orang tua siswa yang tidak ingin disebutkan namanya.
Sudjito menegaskan bahwa pengelolaan keuangan sekolah yang bersumber dari orang tua siswa harus dilakukan secara transparan dan sesuai dengan Permendikbud No. 75 Tahun 2016. Ia menekankan bahwa laporan penggunaan anggaran minimal harus disampaikan setiap tiga bulan sekali.
"Transparansi adalah kunci untuk membangun kepercayaan antara sekolah dan orang tua siswa. Tanpa itu, muncul kesan negatif bahwa sekolah mencari keuntungan," jelasnya.Ketika wartawan media hendak mengonfirmasi isu ini, pihak keamanan sekolah dan anggota komite berinisial U menolak kedatangan mereka dengan alasan pembatasan jumlah tamu. Penolakan dilakukan meski wartawan datang pada jam kerja.
Sementara itu, Kepala SMKN 1 Tanjunganom, Harbudi Susilo, tidak memberikan tanggapan meski dihubungi melalui pesan WhatsApp. Sikap ini dinilai semakin memperburuk citra sekolah di mata publik, Dilangsir sumber, media seputarkita.com , Kabareskrim.co.id dan suarasyber news.,Tomo