Jakarta, 28 Maret 2025 — Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) secara resmi mengesahkan revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang memperluas ruang lingkup peran TNI dalam menghadapi Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Revisi ini dipandang sebagai respons realistis atas dinamika ancaman keamanan nasional yang semakin kompleks, terutama di era digital dan maraknya peredaran narkoba.
Direktur Pusat Studi Perencanaan Pembangunan Indonesia (PUSARAN), Rafli Maulana, menilai bahwa revisi ini tidak memuat hal yang substansial untuk dipersoalkan. Justru, perubahan ini menjadi penguatan atas fungsi TNI dalam menjawab kebutuhan keamanan modern yang berkembang pesat, khususnya di ranah siber dan kejahatan transnasional.
"Revisi ini penting dan relevan. Dunia digital berkembang begitu cepat, sementara ancaman dari judi online dan kejahatan siber berbasis digital semakin sulit dibendung. TNI harus dilibatkan dalam pengamanan ruang siber nasional," jelas Rafli, Jumat (28/3).
Ia menekankan bahwa fenomena judi online tidak lagi sekadar menjadi persoalan ekonomi ilegal, melainkan sudah masuk ke dalam ranah ancaman keamanan nasional. Menurutnya, infiltrasi hacker asing dan penggunaan sistem pembayaran lintas negara oleh operator judi online memperkuat urgensi kehadiran TNI di ranah cyber defense.

“Serangan cyber terhadap situs-situs vital pemerintah terus meningkat. Diperlukan Cyber Intelligence yang kuat, dan TNI adalah salah satu institusi negara yang memiliki kapasitas strategis untuk pengamanan dan penanggulangan kejahatan di dunia maya," ujar Rafli.
Selain ancaman digital, revisi UU TNI ini juga mempertegas peran militer dalam pemberantasan peredaran narkoba yang kian mengkhawatirkan. Data menunjukkan, penyalahguna narkoba di Indonesia mencapai 3,3 juta jiwa pada 2023, dengan sebagian besar pasokan dan distribusinya dikendalikan oleh jaringan mafia narkotika asing.
“Keterlibatan mafia asing dalam bisnis narkoba membuat ancaman ini bukan hanya persoalan sosial, melainkan juga persoalan pertahanan. Peran TNI di sini krusial untuk memutus rantai peredaran hingga ke akar-akarnya,” tegasnya.
Meski demikian, Rafli menegaskan bahwa perluasan tugas ini harus tetap berada dalam kerangka hukum yang jelas, mengedepankan profesionalitas, transparansi, serta menghormati supremasi sipil dan hak asasi manusia.
“Penguatan peran TNI harus diimbangi dengan akuntabilitas yang ketat. Sinergi dengan institusi lainnya seperti kepolisian, BNN, dan lembaga pengawas lainnya tetap harus dijaga,” tambahnya.
Rafli berharap implementasi revisi UU TNI ini akan memperkuat ketahanan nasional, mempersempit ruang gerak kejahatan lintas batas, serta menjawab tantangan zaman di era digital dan globalisasi.***