— Lembaga Swadaya Peduli Penyaluran dan Penyuluhan Masyarakat (LSP3M) Gempar Sul-sel mengungkap dugaan penyimpangan serius dalam penyaluran bantuan pertanian untuk Kelompok Tani Poleondro, Desa Pattiro Bajo, Kecamatan Sibulue, Kabupaten Bone, pada anggaran tahun 2024. Temuan ini mengarah pada praktik manipulasi data, pemalsuan keterangan, hingga penyalahgunaan wewenang yang melibatkan sejumlah oknum kunci, termasuk penyuluh desa, kepala desa, dan ketua kelompok tani.
Berdasarkan hasil investigasi LSP3M yang dipimpin Ketua DPP, Saleh S, SH, MH, terungkap bahwa Kelompok Tani Poleondro—diketahui diketuai Amir Tan—diduga menerima bantuan berupa pompa air, bibit padi, instalasi perpipaan, dan traktor roda empat melalui program pemerintah pusat dan aspirasi wakil rakyat. Namun, pernyataan Amir Tan yang membantah pernah menerima traktor justru bertolak belakang dengan fakta lapangan.
Sejumlah warga dan anggota kelompok tani secara terbuka mengakui bahwa semua item bantuan, termasuk traktor, telah diterima. Keterangan ini diperkuat oleh tim investigasi yang mencium aroma manipulasi data dan keterangan palsu yang sengaja disebar untuk menutupi ketidakberesan. “Ini bukan sekadar miskomunikasi, tapi indikasi kuat adanya skema terorganisir untuk mengelabui publik,” tegas Saleh Situju, Minggu (6/4/2025).
Penyuluh Desa Diduga Berbohong, Nomor Tim Investigasi Diblokir Sorotan tajam tertuju pada Erwin, oknum penyuluh desa di Kalibon, yang diduga memberikan keterangan palsu soal penyaluran traktor kepada Kelompok Tani Poleondro. Ketika tim investigasi menghubungi Erwin via WhatsApp pada Kamis (9/4/2025) untuk konfirmasi, nomor tim justru diblokir. “Tindakan ini mencurigakan dan memperkuat dugaan bahwa Erwin sengaja menghindari pertanggungjawaban,” ujar Saleh. LSP3M berencana menempuh jalur hukum atas dugaan pemalsuan keterangan ini.
Kepala Desa dan Penyuluh dalam Pusaran Skandal Nama Hj. Muslihat, Kepala Desa Pattiro Bajo yang juga menjabat Ketua Balai Penyuluhan Pertanian Sibulue, turut terseret dalam kasus ini. Bersama Wati, penyuluh aktif yang diduga menyalurkan bantuan di luar wilayah kerjanya, dan Amir Tan, ketiganya dituding merancang skema penyaluran bantuan yang tidak transparan.
Tim investigasi yang mendatangi rumah Wati mengungkap fakta mencengangkan: warga Desa Kalibon ternyata menerima pupuk subsidi secara ilegal, meski tidak masuk dalam daftar alokasi wilayah. “Bantuan ini disalurkan tanpa sepengetahuan penyuluh resmi setempat, jelas melanggar regulasi distribusi dan batas wilayah kerja,” ungkap tim investigasi.
Sementara itu, Hj. Muslihat memberikan keterangan yang inkonsisten. Ia membantah keberadaan traktor, namun mengakui adanya bantuan bibit dan pompa air, serta menyebut perpipaan sebagai hasil aspirasi. Sayangnya, semua pernyataan itu tidak didukung dokumen resmi. “Kesan bahwa informasi sengaja dipelintir semakin kuat,” kata Saleh.

Ketika kembali dikonfirmasi pada Senin (7/4/2025), Hj. Muslihat malah melempar tanggung jawab kepada Kepala Bidang Pertanian, Farhan, dan menyarankan agar kasus ini dilanjutkan ke ranah hukum. Sikap menghindar ini memicu kecurigaan publik bahwa ada upaya sistematis untuk menutupi skandal.
Pihak Terkait Bungkam, Publik Geram Hingga berita ini diturunkan, upaya konfirmasi kepada Hj. Muslihat, Amir Tan, dan Wati tidak membuahkan hasil. Telepon tidak diangkat, pesan hanya dibaca tanpa balasan. “Sikap bungkam ini bukan hanya tidak profesional, tapi juga mengindikasikan ketakutan terhadap pertanggungjawaban,” tegas Saleh.
Ancaman Hukum Mengintai LSP3M menegaskan bahwa kasus ini bukan sekadar pelanggaran administrasi, melainkan berpotensi masuk ranah pidana. Dugaan tindakan ini dapat dijerat melalui:
Pasal 3 dan Pasal 9 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, terkait penyalahgunaan wewenang dan penggelapan dalam jabatan.
UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, atas dugaan penutupan data publik terkait bantuan negara.
UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, karena penyelenggaraan pemerintahan desa yang tidak transparan dan akuntabel.
“Kami tidak akan tinggal diam. Negara dirugikan, petani jadi korban. Kami desak Inspektorat, BPK, dan Aparat Penegak Hukum (APH) untuk segera bertindak tegas! Jika tidak, kami akan laporkan kasus ini ke Kejaksaan Tinggi dan KPK,” ancam Saleh. Ia menambahkan bahwa LSP3M memberikan waktu singkat bagi pihak-pihak terkait untuk memberikan klarifikasi resmi sebelum langkah hukum ditempuh.
Mengingatkan dengan nada tegas: “Jangan main-main dengan bantuan negara! Jangan jadikan petani sebagai tumbal keserakahan elit desa! Hukum harus ditegakkan, dan keadilan harus ditegakkan untuk rakyat kecil.” Publik kini menanti langkah konkret dari APH untuk mengusut kasus ini hingga tuntas, sebelum kepercayaan terhadap sistem penyaluran bantuan pertanian semakin terkikis.
Tim Investigasi